Legenda Tangisan Syarifah Ambami Meniupkan Daya Pikat untuk Dikunjungi
DlSUCIKAN – Memasuki gerbang komplek pemakaman, peziarah diwajibkan
menjaga kebersihan dan kesuciannya, alas kaki harus dilepas. Selain
sebagai tempat pemakaman Kanjeng Ratu Ibu, Permaisuri Cakraningrat 1, di
komplek pemakaman ini juga dimakamkan Raja-raja Bangkalan yang lain.
Madura tersohor sebagai lokasi ziarah. Makam-makam yang dianggap keramat
bertebaran di berbagai pelosok pulau ini. Salah satu makam keramat yang
paling sering disebut-sebut adalah Pesarean Aer Mata atau Makam Ratu
!bu, di Desa Buduran, Kecamatan Arosbaya, Kabupaten Bangkalan. Legenda
Makam Rato Ebu, yang mata airnya diangap keramat membuat tempat ini
populer. Ratu Ibu sendiri, adalah Syarifah Ambami, istri Raden Praseno,
penguasa. Madura yang bergelar Cakraningrat I. Dari perkawinannya kali
ini dia mempunyai tiga orang anak, yaitu RA Atmojonegoro, Ri Undagan dan
Ratu Mertoparti.
Alkisah, walaupun Panembahan Cakraningrat I ini memerintah di Madura,
tetapi beliau banyak menghabiskan waktunya di Mataram, membantu Sultan
Agung. Melihat keadaan yang demikian, Syarifah Ambami merasa sangat
sedih. Siang malam beliau menangis meratapi dirinya. Akhirnya beliau
bertekad untuk menjalankan pertapaan. Kemudian bertapalah Syarifah, di
sebuah bukit yang terletak di daerah Buduran Arosbaya. Dalam tapanya,
beliau memohon dan berdoa, semoga keturunannya kelak sampai pada tujuh
turunan, dapat ditakdirkan untuk menjadi penguasa pemerintahan di
Madura. Dikisahkan pula bahwa dalam pertapaannya itu, beliau bertemu
Nabi Haedir AS. dari pertemuannya itu pulalah beliau memperoleh kabar
bahwa permohonannya dikabulkan. Betapa senangnya hati beliau, akhirnya
beliau bergegas pulang kembali ke Sampang.
Selang beberapa lama kemudian, Panembahan Cakraningrat I datang dari
Mataram. Diceritakanlah semua pengalaman semenjak suaminya berada di
Mataram, bahwa beliau menjalankan pertapaan, dan diceritakan pula hasil
pertapaaannya kepada Panembahan Cakraningrat I. Setelah selesai
mendengarkan cerita istrinya itu. Panembahan Cakraningrat I, bukanlah
merasa senang, akan tetapi beliau merasa sedih dan kecewa terhadap
istrinya, mengapa beliau hanya berdoa dan memohon hanya tujuh turunan
saja. Melihat kekecewaan yang terjadi pada diri Panembahan Cakraningrat I
ini, beliau merasa berdosa dan bersalah terhadap suaminya. Setelah
Panembahan Cakraningrat I kembali ke Mataram, beliau pergi bertapa lagi
ke tempat pertapaannya yang dulu. Beliau memohon agar semua kesalahan
dan dosa terhadap suaminya diampuni. Dengan perasaan sedih, beliau terus
menjalani pertapaannya. Beliau selalu menangis, menangis dan terus
menangis, sehingga air matanya mengalir membanjiri sekeliling tempat
pertapaannya, membentuk sendang.
Mata air ini, tidak pemah kekeringan meski di musim kemarau panjang.
Sampai sekarang, masyarakat Madura mempercayai sumber air sendang ini
keramat, terlepas dari masalah percaya atau tidak, air sumur ini
diyakini sejumlah orang membawa khasiat, jika diminum bisa menyembuhkan
penyakit, dan buat para pedagang, memerciki barang dagangannya dianggap
bisa memperlancar rejeki, karena diyakini bisa mendatangkan berkah,
pengurus Makam Aer Mata mengemasnya dalam botol plastik kemasan 1,5
liter, untuk dijadikan oleh-oleh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar